TIMETODAY.ID – Dodol terdokumentasi pada kitab susastra dan beberapa prasasti dari periode Kerajaan Medang di bumi Mataram (abad ke-9 dan abad ke-10). Kakawin Ramayana yang ditulis pada abad ke-9 pada era Kerajaan Medang dipimpin Dyah Balitung mencatat pada bagian 17.112 dalam bahasa Jawa Kuno.
Dodol adalah panganan manis dari Indonesia, terutama di daerah-daerah Indonesia bagian barat seperti Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Dodol termasuk dalam kelompok panganan pencuci mulut berbahan beras ketan yang dicampur dengan pemanis, baik gula tebu maupun gula kelapa atau aren, santan, dan garam. Dodol adalah jenang yang dibuat padat, sehingga di beberapa tempat disebut juga jenang dodol atau jenang saja.
Bahan tambahan pada dodol dapat menentukan rasa dan di beberapa daerah memiliki nama khusus. Dodol dengan bahan campuran durian disebut dodol durian (atau populer sebagai lempok), campuran sirsak disebut dodol sirsak, campuran dengan nangka disebut dodol nangka, dan dodol dengan campuran jahe disebut dodol jahe.
Penganan itu merupakan makanan yang acap menjadi identitas dan simbol status sosial di dalam sejumlah perayaan. Ada kisah-kisah terkait dodol yang diyakini masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Banyak sebutan yang identik dengan dodol, seperti Nian Gao atau Kue Keranjang, Wajit, Jenang, Lempok, Gelinak, dan beragam nama lain di berbagai daerah di Indonesia.
Pada proses pembuatannya tersirat makna filosofis yang menggambarkan kebersamaan dan keberagaman. Dodol, bagi masyarakat Betawi di Jakarta yang dulu bernama Batavia adalah makanan perayaan. Betawi yang dulu merupakan pencampuran berbagai kelompok etnis Sunda, Arab, Tionghoa, dan Melayu memiliki budaya, bahasa dan tradisi yang berbeda satu sama lain.
Melalui dodol yang dibuat dalam proses yang lama dan dikerjakan bersama-sama, semangat gotong royong sangat diperlukan. Pembuatan dodok biasanya melibatkan beberapa keluarga.
Ada pula pembagian tugas di dalamnya. Di mana para laki-laki bertugas mengaduk adonan dodol, yang prosesnya dapat memakan waktu hingga 10 jam, hingga warnanya berubah menjadi cokelat keemasan. Sedangkan para perempuan, bertugas menyiapkan bahan-bahan.
Sedangkan bagi masyarakat di Garut, dodol telah menjadi simbol buah tangan khas. Beberapa merek bahkan sudah memiliki nama yang legendaris. Dodol bagi Garut telah menjadi ikon kota yang mengangkat nama dan ekonomi masyarakat.
Dalam budaya orang-orang Tionghoa, dodol yang dikenal dengan nama Kue Keranjang menjadi ciri khas dalam perayaan tahun baru imlek. Ada keyakinan bagi mereka, kue keranjang akan membawa keberuntungan jika dapat disusun tinggi.
Semakin tinggi kue keranjang yang disusun semakin banyak memperoleh keberuntungan. Pada prosesnya, ada perubahan jika dulu dodol disimpan dalam cetakan berbentuk keranjang dari bambu yang kemudian itu menjadi identitas namanya, pada era sekarang dodol lebih banyak menggunakan bahan plastik untuk mengemasnya.
Lain hal bagi masyarakat Jawa. Di kalangan masyarakat jawa, dodol dikenall dengan sebutan Jenang. Penganan jenang telah dikenal sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha. Itulah sebabnya, eksistensi jenang melekat di berbagai upacara adat, baik itu hajatan pernikahan, perayaan kelahiran anak, bahkan upacara kematian.
Bagi mereka, jenang menjadi simbol ucapan doa dan harapan masyarakt Jawa. Ada yang unik dari dodolnya di masyarakat Jawa, bahwa di setiap upacara adat, ada kekhasan jenang yang disajikan. Sebut saja pada tradisi perayaan kehamilan bulan ketujuh, yang disajkan adalah jenis Jenang Procotan.
Lain hal, dalam tradisi perayaan peringatan Satu Suro, biasanya jenis Jenang Abang yang dihidangkan.Jenang ini berwarna putih yang dicampur dengan gula merah dan parutan kelapa. Masyarakat Jawa menganggap jenang ini memiliki simbol rasa syukur kepada Tuhan menghadapi tahun baru dan sebagai ungkapan doa penyerahan diri untuk keselamatan dan keberkahan.
itulah sebabnya, kendati kini dodol acap berada dalam balutan kemasan dan cita rasa yang jauh lebih moderen dan variatif, nilai-nilai luhur tidak dapat dilepaskan.
Pasalnya, nilai-nilai itu mengajarkan banyak hal tentang nasionalisme dalam keberagaman Indonesia, gotong royong, bahkan juga pentingnya menjaga persatuan.
Beberapa daerah di Indonesia terkenal karena dodolnya, seperti Garut dengan dodol Garut, dan dodol Kandangan, Kalimantan Selatan, dikenal sebagai dodol Kandangan.
Proses pembuatan dodol bermutu tinggi memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan keahlian khusus; di beberapa daerah hanya dibuat atau disajikan pada waktu-waktu tertentu saja, seperti di Betawi sewaktu perayaan Lebaran, di Yogya dan Solo sewaktu perayaan Sekaten, dan sebagainya.
Saat ini dodol mulai diminati konsumen dari negara lain, antara lain Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia.