TIMETODAY.ID – Di bawah terpal berwarna oranye berukuran kurang lebih 3×4 meter, Jakaria duduk bersila di atas bale tanpa dinding.
Dengan penuh konsentrasi, ia mengolah lembaran kertas berbentuk bus, mengukir detail demi detail menggunakan pisau kecil dan gunting.
Setiap lekukan di kertas itu mengikuti pola yang telah dicetak, menyerupai bodi kendaraan yang begitu akrab bagi Jakaria.
Sesekali, Jakaria mengangkat wajahnya, memandang kosong ke arah jalan yang melintas di depan Perumahan Bumi Menteng Asri, Kota Bogor.
Di antara kepulan asap rokok kretek yang dihisapnya, terpancar raut wajah muram, seakan menunggu harapan besar yang mungkin tak kunjung datang.
Hisapan terakhir dari kretek itu dihembuskannya perlahan, membaur dengan angin jalanan yang tak pernah berhenti berhembus.
Di tempat sederhana inilah, Jakaria, seorang perajin miniatur bus papercraft, menghidupkan lembaran-lembaran kertas menjadi karya seni yang bernilai fantastis.
Dengan modal kreativitas, ketekunan, dan peralatan seadanya, Jakaria terus berkarya tanpa pernah mengenal lelah.
Dalam sebulan, ia mampu menyelesaikan puluhan miniatur bus, yang tak hanya beredar di Bogor, tetapi juga telah “berkelana” hingga ke Cirebon, Majalengka, Bekasi, Cikarang, Banten, Tangerang, bahkan Sumatera.
Jakaria memulai perjalanan ini karena kecintaannya terhadap transportasi massal. Rasa ketertarikannya tersebut membawanya bergabung dengan komunitas Bus Simulator Indonesia (Busid).
Di komunitas itulah, ia mendalami ilmu papercraft, dan pada awal 2020, ia memberanikan diri untuk terjun ke bisnis ini.
Proses pembuatan satu unit miniatur bus memakan waktu satu hingga dua hari, tergantung pada ukuran dan tingkat detail. Harga yang ditawarkan juga bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu.
Miniatur yang dilengkapi dengan lampu dijual seharga Rp 100 ribu, sementara yang berukuran besar dengan spesifikasi penuh dan interior lengkap dibanderol hingga Rp 500 ribu.
Selama setahun menekuni usahanya, Jakaria telah menghasilkan ratusan miniatur bus dengan berbagai bentuk dan detail.
Ia tidak hanya mengandalkan penjualan di lapaknya, tetapi juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk menjangkau lebih banyak pelanggan. Pembeli bahkan bisa memesan model miniatur bus sesuai dengan keinginan mereka.
Namun, beberapa bulan terakhir, Jakaria menghadapi tantangan besar. Penjualannya mulai merosot drastis, dari yang awalnya mampu menjual 20 unit per bulan, kini hanya bisa menjual setengahnya.
“Penjualan berkurang, pesanan juga tidak tentu, kadang bisa lima, paling banyak sepuluh unit dalam sebulan,” ungkap Jakaria lirih.
Meski demikian, semangat Jakaria untuk terus berkarya tak pernah padam. Di bawah terpal oranye itu, ia tetap setia pada mimpinya, menghidupkan lembaran-lembaran kertas menjadi miniatur bus yang penuh dengan cerita dan harapan. ***
Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News atau via whatsapp timetoday wa channel