Hadapi Potensi Gempa Besar, BMKG Pasang 530 Sensor Pendeteksi di Zona Megathrust

BMKG
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. Foto : setkab.go.id

TIMETODAY.ID – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meningkatkan jumlah alat sensor pendeteksi gempa untuk menghadapi potensi gempa besar di zona megathrust.

Dwikorita menyebut bahwa saat ini jumlah sensor gempa yang tersebar di seluruh Indonesia telah mencapai 530 unit. Angka ini meningkat tajam dibandingkan sebelum tahun 2019, yang hanya berjumlah 176 unit.

“Untuk wilayah megathrust di Indonesia, sebelum tahun 2019, jumlah sensor gempa hanya 176. Namun, guna memperketat pemantauan terutama dalam menghadapi ancaman megathrust, jumlahnya kami tambahkan menjadi 500 sensor. Saat ini sudah ada sekitar 530 sensor,” jelas Dwikorita.

Advertisement

Penambahan jumlah sensor gempa ini, menurut Dwikorita, terkait dengan pengalaman traumatis dari gempa dahsyat yang mengguncang Aceh pada tahun 2004. Gempa yang bersumber dari zona Megathrust Andaman-Sumatera tersebut memiliki kekuatan Magnitudo 9,3 dan memicu tsunami, menyebabkan hampir 170 ribu orang tewas.

Baca Juga :  Megathrust : Ancaman yang Mengintai, Kesiapsiagaan Belum Maksimal

“Pembentukan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia memang didorong oleh gempa dan tsunami megathrust yang terjadi di Banda Aceh,” tambah Dwikorita.

Saat ini, ada dua segmen megathrust di Indonesia yang dianggap “tinggal menunggu waktu” untuk melepaskan energi besar, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.

Kedua segmen ini termasuk dalam zona seismic gap, yang merupakan daerah sumber gempa potensial namun belum mengalami gempa besar dalam beberapa dekade hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengalami proses akumulasi tegangan di kerak Bumi.

Baca Juga :  Irwan Mussry, Suami Maia Estianty Terlibat Kasus Gratifikasi Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta

Megathrust Selat Sunda memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan laju pergeseran 4 cm per tahun. Gempa besar terakhir di Selat Sunda tercatat terjadi pada tahun 1757, menjadikan usia seismic gap-nya sekitar 267 tahun.

Sementara itu, Megathrust Mentawai-Siberut memiliki panjang 200 km, lebar 200 km, dan laju pergeseran 4 cm per tahun, dengan gempa besar terakhir yang terjadi pada tahun 1833 berkekuatan M8,9.***

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News atau via whatsapp timetoday wa channel

=========================================================