TIMETODAY.ID – Salah satu kewajiban saat berpuasa adalah melakukan makan sahur. Namun, banyak pasangan suami istri yang bangun dalam keadaan junub.
Mereka tidak segera mandi junub setelah hubungan intim, tetapi langsung melaksanakan sahur. Apakah sahur boleh dilakukan sebelum mandi junub?
Menurut hukum agama, mandi junub sebelum berpuasa tidak mempengaruhi sah atau tidaknya puasa seseorang.
Mandi junub sebelum fajar hanya disarankan (sunnah) agar memulai puasa dalam keadaan suci dari hadas besar. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Al-Khatib As-Syirbini dalam kitab Mughnil Muhtaj.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَغْتَسِلَ عَنْ الْجَنَابَةِ وَالْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ (قَبْلَ الْفَجْرِ) لِيَكُونَ عَلَى طُهْرٍ مِنْ أَوَّلِ الصَّوْمِ
Artinya, “Disunahkan untuk mandi junub, mandi haid dan nifas sebelum fajar supaya ia dalam kondisi suci sejak awal puasa.” (Al-Khatib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1997], jilid I, halaman 637).
Hukum Makan dan Minum Bagi Orang yang Berada dalam Kondisi Junub
Topik yang akan dibahas adalah mengenai aturan makan dan minum bagi individu yang sedang berada dalam keadaan junub. Dalam konteks ini, Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam karyanya Fathul Mu’in memberikan penjelasan sebagai berikut:
ووضوء لنوم وأكل وشرب ويكره فعل شيء من ذلك بلا وضوء
Artinya: “Disunahkan bagi orang junub, haid, dan nifas, setelah darahnya terputus untuk membasuh kemaluannya dan berwudhu jika ingin tidur, makan, dan minum. Dan dimakruhkan melakukan hal tersebut tanpa wudhu” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Beirut [Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1998] halaman 19)
Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami bahwa ada penolakan terhadap pandangan bahwa makan dan minum sebelum mandi junub adalah makruh. Hal ini berarti bahwa kegiatan sahur sebelum mandi junub juga tidak dianggap makruh, karena sahur melibatkan aktivitas makan dan minum.
Akan tetapi, Sayyid Abu Bakar Syatha dalam I’anatut Thalibin memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, cukup bagi orang yang junub untuk membasuh bagian kemaluannya saja. Setelah bagian tersebut dibersihkan, maka tidak dianggap makruh lagi untuk makan dan minum.
Menurut pandangan beliau, keadaan menjadi makruh hanya jika orang yang junub tidak membersihkan bagian kemaluannya dan langsung melakukan aktivitas makan.
ظاهره أنه يكره ذلك ولو مع غسل الفرج، وليس كذلك، بل يكفي غسل الفرج في حصول أصل السنة، كما في التحفة ونصها: ويحصل أصل السنة بغسل الفرج إن أراد نحو جماع أو نوم أو أكل أو شرب، وإلا كره
Artinya, “Lahiriah teks fathul mu’in mengatakan dimakruhkan tidur, makan, dan minum sebelum wudhu, walaupun kemaluannya sudah dibasuh. Tapi Hukumnya bukan seperti itu. Untuk menghasilkan kesunahan cukup dengan membasuh kemaluan, seperti disebut dalam kitab Tuhfah, “Dan pokok kesunahan dapat dihasilkan dengan membasuh kemaluan jika ingin kembali jima’, tidur, atau makan dan minum. Jika tidak membasuh kemaluannya maka hukumnya makruh.” (Abu Bakar Syatha Ad-Dimyati, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2007], jilid I, halaman 137).
Dengan demikian, santap sahur sebelum mandi junub tidak memiliki dampak pada keabsahan puasa.
Menurut beberapa ulama, sahur hanya menjadi makruh jika dilakukan tanpa wudhu, namun menurut Sayyid Bakri dalam I’anatut Thalibin, sahur sebelum mandi junub tidak menjadi makruh asalkan telah membersihkan kemaluan.
Oleh karena itu, bagi orang yang berada dalam keadaan junub sebelum sahur sebaiknya mandi terlebih dahulu. Jika mandi tidak memungkinkan, melakukan wudhu sebelum sahur disarankan.
Namun, jika wudhu tidak dapat dilakukan, disarankan untuk membersihkan kemaluan terlebih dahulu sebelum melakukan sahur. Allah SWT-lah yang lebih mengetahui segala hal. ***
Sumber : NU Online
Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News atau via whatsapp timetoday wa channel