TIMETODAY.ID – Yosep Anggi Noen berhasil menghadirkan nuansa horor yang unik dalam Tebusan Dosa, sebuah film horor pertamanya yang dipenuhi pesan mendalam dan elemen drama khas sentuhan Anggi.
Film ini menjadi angin segar dalam genre horor Indonesia yang kian beragam di layar lebar. Lewat cerita seorang ibu yang gigih mencari anaknya, Tebusan Dosa menyajikan drama emosional yang kuat, berbeda dari horor lokal kebanyakan.
Bagi penonton yang ingin menikmati Tebusan Dosa, mengurangi ekspektasi sebelum masuk teater mungkin bisa menjadi cara terbaik untuk meresapi kisah ini secara perlahan.
Anggi mengajak penonton untuk mendalami emosi Wening (Happy Salma) dan menghadapi konflik sosial yang dihadapinya.
Alur cerita mengalir membawa emosi penonton, menghanyutkan mereka dalam perjalanan tanpa harus terjebak pada ketegangan yang berlebihan.
Tebusan Dosa menawarkan lebih dari sekadar ketakutan instan seperti jumpscare dan efek suara mencolok.
Kolaborasi Anggi dengan Alim Sudio dalam penulisan naskah menjadikan film ini tetap terasa akrab bagi penikmat horor lokal.
Sentuhan Alim memberikan nuansa horor yang tetap familiar, namun dengan cerita yang lebih dalam.
Akting Happy Salma dan Putri Marino menjadi sorotan dalam film ini. Happy berhasil menghidupkan karakter Wening yang penuh perjuangan, menampilkan perasaan getir, kesedihan, hingga kemarahan dalam pencarian putrinya.
Pengalaman aktingnya yang panjang terbukti mampu menggambarkan sisi psikologis Wening dengan apik.
Begitu pula dengan Putri Marino yang memerankan Tirta, karakter dari Jakarta yang turut mewarnai dinamika cerita.
Namun, ada sedikit kejanggalan dalam representasi Wening yang tampak terasing di desa karena penggunaan bahasa.
Film ini menggunakan tiga bahasa Indonesia, Jepang, dan Jawa yang unik di tengah maraknya film horor Indonesia dengan subtitel Inggris, tetapi kehadiran multibahasa tersebut terasa kurang logis.
Wening terlihat paham bahasa Jepang dan Jawa tanpa pernah menggunakan bahasa tersebut secara aktif.
Tirta sendiri memiliki peran menarik namun agak aneh saat ikut merasakan teror yang dialami Wening, hingga berperan seperti pahlawan dadakan.
Meski demikian, Tirta menjadi teman perjalanan yang sepadan bagi Wening dalam menghadapi ancaman tak kasat mata tersebut.
Anggi Noen tampaknya masih perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengelola ketegangan dalam genre horor.
Beberapa petunjuk cerita yang terlalu cepat terungkap membuat rasa penasaran penonton berkurang.
Meski kekuatan cerita Anggi tak diragukan lagi, di ranah horor, unsur ketegangan dan kejutan adalah kunci agar penonton benar-benar merasakan atmosfer mencekam hingga akhir.
Pada akhirnya, Tebusan Dosa bukan sekadar horor, melainkan pengalaman yang mengundang emosi mendalam.
Anggi Noen menyuguhkan horor yang menggugah perasaan dan pikiran penonton, memperlihatkan bahwa film horor bisa lebih dari sekadar menakut-nakuti, namun juga menyampaikan makna hidup yang berharga. ***
Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News atau via whatsapp timetoday wa channel