Haris Azhar Kritisi Pemilu 2024

PEMILU

TIMETODAY.ID, JAKARTA – Penggiat HAM dan Demokrasi Haris Azhar mengkritik apa yang dikembangkan calon presiden (capres), simpatisan, hingga lembaga survei berkaitan isu Pemilu 2024.

Haris melihat narasi tentang Pemilu 2024 yang dikembangkan berpotensi menyesatkan lantaran nyaris tanpa substansi.

Menurut Haris, menjelang Pemilu 2024 banyak lembaga survei yang kerap membuat rilis terkait elektabilitas partai. Namun, tidak ada yang berani lebih dalam mengulik substansi dari partai atau kandidat capres itu sendiri.

Advertisement

“Banyak lembaga survei sibuk rilis hasil survei dan juga kalau kelompok pendukung itu seringnya deklarasi. Yang jilbab merah, kuning hijau. Itu aja praktek kita hari ini. Kita nggak ketemu substansi,” ujar Haris.

Baca Juga :  Anies-AHY Lawan Sepadan Prabowo-Puan di Pilpres 2024

Lebih lanjut, Haris juga turut mengkritisi terkait kandidat capres yang ikut dalam perhelatan G20 di Bali.

Menurutnya, banyak dari mereka yang hanya sibuk dengan agenda masing-masing tanpa melihat pentingnya G20 di ranah diskusi.

“Meeting G20 hasilnya 19 hal. Dari mulai kesehatan, pangan, digital nggak ada kelompok pendukung capres yang mendiskusikan. Semua sibuk tur, deklarasi lalu posting di media sosial,” paparnya.

Oleh sebab itu, Haris mengatakan, Ia ingin para kandidat Capres untuk diuji menuntaskan persoalan-persoalan di Indonesia. Sebab, mereka harus kompeten dan publik juga tau keunggulan dari mereka.

Baca Juga :  Presiden Jokowi Pakai Dasi Kuning Saat Lawatan Kenegaraan di Jepang, Kode Dukungan Partai Golkar?

“Saya kasih contoh. Anies kasih syarat cawapres terus Demokrat dan PKS kayak saling joget cacing gocek gocekan. AHY bisa apa? Mustinya PKS nanya itu. Aher bisa apa? Demokrat bisa tanya itu,” ucapnya.

“Atau lebih dalam, kenapa mukanya Erick Thohir ada di mana-mana, agendanya apa? Gosipnya jadi wapres, apakah bisa beda dengan Ma’ruf Amin? Isi itu yang harusnya diungkap,” sambungnya.

Haris menambahkan, pengujian itu diperlukan agar pemilihan capres-cawapres bukan hanya seolah transaksional semata. Karena, banyak yang menilai politik di Indonesia penuh dengan nuansa jual-beli. (net)

=========================================================