kpai
KPAI Mengecam Keras Pelaku Perundungan di Tasikmalaya. Foto : Ilustrasi bullying.

TIMETODAY.ID, TASIKMALAYA – Polisi didesak oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk segera menyelidiki kasus meninggalnya bocah lelaki usia 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya, setelah dirundung (bully) teman-temannya.

“Jika dugaan benar (meninggal karena perundungan) dari hasil penyelidikan dan penyidikan polisi, maka polisi harus menggunakan UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti kepada CNNIndonesia.com, Jumat (22/7/2022)

Retno menjelaskan dalam undang-undang tersebut diatur ketentuan ketika korban dan pelaku masih usia anak, maka semua proses harus menggunakan UU SPPA, mulai dari proses pemeriksaan sampai jatuh sanksi.

Advertisement

Namun, kata dia, kasus tersebut juga bisa diselesaikan melalui diversi atau penyelesaian di luar pengadilan.

“Semua bergantung keluarga korban dan juga usia para pelaku. Mari kita tunggu polisi bekerja menangani kasus ini,” katanya.

Retno menyampaikan KPAI mendorong UPT P2TP2A dan Dinas PPPA setempat untuk melakukan asesmen dan rehabilitasi psikologi, baik pada keluarga korban maupun pelaku anak-anak.

Ia mengatakan saat ini KPAID Tasikmalaya sudah melakukan pengawasan terhadap kasus ini.

Baca Juga :  Ciptakan Lingkungan Bersih, Asmawa Tosepu Minta Petugas Kebersihan Jadi Garda Terdepan

“KPAI mengecam segala bentuk kekerasan atau perundungan yang dilakukan oleh siapapun, termasuk anak-anak,” tegasnya.

Dikabarkan sebelumnya, Bocah laki-laki berusia 11 tahun asal Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia karena depresi setelah dipaksa bersetubuh dengan kucing sambil direkam menggunakan ponsel oleh temannya.

Melansir detikjabar, Kamis (21/7/2022) dibalik rumah yang berdinding bilik dan papan, orang tua korban AD (41) dan TI (39) mengisahkan pengalaman pahit yang menimpa putranya itu.

TI menyebut, sebelum meninggal anaknya sakit keras selama satu. Selama sakit, anaknya kerap mengeluhkan sakit tenggorokan yang membuatnya enggan makan dan minum. Korban lebih banyak melamun dan murung.

Awalnya, TI tak mengetahui bahwa anaknya itu menjadi korban perundungan oleh temannya. Karena, korban saat itu hanya mengeluhkan sakit tenggorokan. Bahkan anak keduanya itu sempat muntah begitu diberi minum air putih.

“Kalau ke kami ngakunya sakit tenggorokan dimasukin air saja dimuntahin lagi. Kami bawa ke rumah sakit, tapi meninggal dunia,” ucap Ti kepada detikjabar.

Baca Juga :  KPU Kota Bogor Mencatat Data Pemilih Pemilu 2024 Capai 800 Ribu Orang

TI akhirnya menyaksikan video perundungan yang menimpa anaknya. Ia sempat bertanya kepada anaknya, kenapa mau melakukan aksi tersebut. Korban menjawab mendapatkan paksaan dan pemukulan dari teman sebayanya.

“Anak saya sering ngaku dipukul sama temannya. Tapi mungkin candaan. Anak saya mainnya jauh, Pak. Saya kan ada anak empat jadi susah ngawasinya. Saya juga hancur, Pak, pas lihat videonya,” ujar TI.

Sementara, Ketua KPAI Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengungkapkan perundungan itu diketahui melalui rekaman di media sosial yang menyebar. Video itu menunjukkan korban dipaksa menyetubuhi kucing oleh sejumlah orang.

“Jadi ananda ini usianya 11 tahun kelas enam SD dia mengalami dugaan perundungan, sampai murung. depresi akhirnya meninggal dunia. Bentuk perundungannya adegan tak senonoh. Korban dipaksa dan diancam teman sepermainanya,” kata Ketua KPAI Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto.

“Kami melihat keluarga masih belum stabil kondisi psikisnya maka kami tawarkan pendampingan dan pemulihan psikologisnya, edukasi dan juga mungkin proses hukumnya,” ujar Ato. (*)

=========================================================